Ada bola api menujuku. Panas. Meninggalkan luka bakar membekas. Ada waktu aku ingin menggenggamnya.. ada saat aku ingin menatapnya. Terkadang ingin ku sudahi saja semuanya.
Ada air yang ku siapkan untuk memadamkan cahaya.
Tapi tak kunjung ku pakai juga.
Aku semakin terbiasa nyalanya.
Sekian malam ku lalui dengan memperhatikan binarnya. Percikan kecil nya yang terkadang melukai wajah. Salahku terlalu dekat,mataku pun memerah.
Aku sering terjaga memaknai warnanya. Takut padam dan berpamit tanpa kata. Perhatikan putarannya, begitu indah memabukkan sang penjaga. Perlu kau tahu, bahwa yang sebenarnya, aku tak pernah berfikir mempersilahkan mu duduk dan berhenti. Tidak ada kopi lagi untuk kau nikmati. Ketakutanku pada akhirnya berarti. Bola api ini tak henti mengitari dinginku. Pun kau datang membawa pecahan puing yang lama menghilang. Yang selalu ku cari dan tak pernah ku temukan. Pecahan yang sudah ku ikhlaskan untuk tidak melengkapi ku lagi. Ternyata kau yang datang memadukan warnanya kembali.
Bola api ini menghangatkan ku.
Memeluk beku yang sudah tak ku hiraukan lagi.
Hatiku habis dipertaruhkan. Aku harus pergi disaat tinggi rembulan.
Mimpi yang ku datangi tanpa ketukan, tanpa suara. Mungkinkah seharusnya tidak ada kita di sini? Maafkan aku yang melangkah masuk mengusik hati.
Hidupmu sudah bahagia sebelumku. Seharusnya akan tetap begitu. Tapi bolehkah ku bawa bola api itu bersamaku? Terlalu gelap jalanku tanpanya. Tanpamu.
Entah garis apa yang sedang kita jalani ini. Takdir apa yang akan membawa kita nanti. Ada tiadamu nanti, sudah ku persiapkan hati untuk melangkah pergi. Sayang, aku hanya tempat berteduhmu sepersekian waktu. Satu pejaman mata lagi, aku sudah tak ada disitu. Terimakasih untuk segalanya, kau yang terbaik dari yang pernah ada.
August 23, 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
gelembung-gelembung sabun!