Belum lama, harapan-harapan saya sebatas menyelesaikan HARI INI dengan baik-baik saja. That's what i really want. Muluk-muluknya cita-cita dan semua mimpi biar saja menunggu disana. Saya hidup sekarang secukupnya. Ada beberapa titik dalam hidup yang sungguh mengajarkan nilai "ketidak apa-apaan" yang tinggi. Buktinya? Saya sekarang menjadi manusia yang bebas. Sebebas dan seikhlas burung terbang yang sewaktu-waktu terenggut nyawa karena banyak bidikan senjata. Jiwa saya lepas di atas sana, karena hidup sudah membentuk saya menjadi perempuan biasa. Ter-biasa dan sekali lagi, tidak apa-apa. Anehnya, Tuhan memberikan saya bungkusan khusus dalam hati, yang berisi tawa bahagia yg kau tidak akan mengerti jika ku bagi. Ajaib ya? Menurut saya, disitulah keajaiban menjadi manusia yang selalu ingin belajar mengerti tentang apa yang sebenarnya hidup berusaha katakan. Bukan melihat apa yang terucap, tetapi memperhatikan apa yang tidak tersingkap.
Dulu, saya marah kalau tangan saya tidak dapat menggapai atau ada yang tidak sesuai. Akan kau lihat badai dan hancur nya segala tercerai berai. Lalu saya berfikir, apa yang sebenarnya saya cari? Puaskah saya terbakar sedikit api? Lalu siapa yang harus membereskan semua kekacauan ini? Kemudian hidup berencana memaksa saya duduk di bangku sekolahan yang belum pernah saya masuki sebelumnya. Tangan dan kaki saya terbelenggu, saya tidak dapat melangkah dari situ. Bila ingin marah, biarkan saja membakar diri sampai memerah darah. Bila ingin merusak, rusaklah bangkumu sendiri supaya terduduk ku di lantai yang dingin ini. Apapun yang akan ku lakukan, selalu panahnya kembali bersarang di jantung menghilangkan debaran. Kemudian sejak hari itu, saya terdiam dan memperhatikan, ternyata hidup ingin menempa saya dari batu biasa menjadi berlian.
Sekarang? Saya selalu mengiyakan segala permintaan hidup yang sering menawarkan bingkisan di tengah gelap pekat yang tak dapat kau lihat. Saya melangkahkan kaki dengan pasti menapaki anak tangga dengan semua lampu yang mati. Tidak mungkin Tuhan meninggalkan saya begitu saja tanpa ada titik cahaya di ujungnya nanti.
Yah, jiwa saya mengepakkan sayapnya kesana kemari. Menertawakan kecemasan dalam diri tentang apa yang ada untuk saya nanti? Angin meniup arah mengajak saya semakin pasrah. Inikah yang Kau namakan ikhlas? Karena saya begitu bahagia dan lepas. Harapan bukan untuk di tunggu sampai terdengar doamu dari kalbu. Harapan itu untuk kau berikan kepadaNya berserah diri, lalu menyelesaikan usiamu seandainya pelukpun tak sempat kau beri.
Ps : tulisan ini tertuju untuk semua orang yang begitu mati-matian berjuang menghabiskan waktu mencapai segala yang di impikan. Berhentilah sejenak, karena waktu tidak akan kembali dan kau akan menangisinya sekali lagi.
July 15, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
gelembung-gelembung sabun!