February 7, 2013

Dia perempuan


Dia perempuan.
Yang selalu saja berkata, jangan hiraukan saya, teruskanlah yang kau suka.
Perempuan ini, melamunkan secangkir kopi yang tak sempat panas, sudah harus pergi.
Balut perban nya semestinya diganti,. lain kali. Katanya lagi.
Matanya sayu menerawang batas-batas langit, memikirkan cinta yang menjadi begitu rumit.
Tawanya yang renyah menjadi cemilan untuk mulut-mulut yang lapar dengan makanan mewah.
Sayapnya merengkuh hangat-hangat perapian dari seluruh dunia, lalu mendekapmu sampai pagi tiba. 

Tidakkah kau ingin duduk sebentar saja dan mendengarkan dia? 
Perempuan yang diam-diam memimpikan secangkir lain di sisinya. Perempuan yang menjadi manis dalam kopi pahitmu yang legit juga. Bukankah dia adalah warna emas dari kain yang mereka sulam rapat-rapat jika musim dingin tiba?  Perempuan ini sesulit puing-puing kaca yang kau cari di kedalaman laut tak berbatas. Dia pula securam tebing yang menggantungkan talimu kuat-kuat, memaksamu menikmati sedikit pemandangan bebas. Betapa kau tak pernah mengerti palung hatinya. Betapa sering dia berharap ada yang rela menyelam jauh ke dasar mencari hartanya yang berharga. 
Toh bukan untuk dirinya. Semua untuk cinta yang dia jaga dalam hatinya yang raksasa.

Ah. Perempuan ini terlalu sering berdiam diri dan sesekali mengedipkan mata perlahan agar waktu tidak memburunya terus-terusan. Kamu, iya kamu yang bukan perempuan, usaplah bahunya yang membawa berat semua beban. Peluklah dalam-dalam. Biarkan sayapnya meringkuk oleh dekapan. Mungkin hanya itu yang dia butuhkan.

No comments:

Post a Comment

gelembung-gelembung sabun!