April 25, 2010

sebenarnya ketika saya menulis ini, saya takut menyinggung perasaan Tuhan saya. karena saya ingin menulis tentang penyesalan. tentang kenapa harus begini dan mengapa begitu. memang, tidak akan merubah keadaan dan tidak akan mampu menarik kembali yang terucap, tidak bisa mencabut lagi yang tertancap. tapi pasti, Tuhan akan memaafkan saya, karena ini satu satunya jalan yang saya rasa bisa meringankan beban yang saya bawa sendiri ini dan yang bisa menambal sedikit, hanya sedikit mengobati sobek di telapak hati.

saya menyesali diri saya sendiri. kenapa saya harus menjadi pribadi yang begitu lahapnya dengan ucapan, begitu merasuknya dalam setiap perkataan. sehingga saya selalu, (tanpa terkecuali) mengingat, apapun yang orang lain katakan pada saya dan apapun yang saya katakan pada mereka, terlebih ketika orang lain itu adalah orang orang yang saya cinta. sayang sekali, saya menyesali. kenapa Tuhan? berurusan dengan ini bukan hal yang benar benar mudah. tidak pernah mudah. ini melelahkan. karena saya merasuk sendirian ke dalam setiap ucapan. ketika saya terluka, terlalu dalam menyakitkan, tapi tidak ada satu orangpun menyaksikan. mereka tertawa dan terheran, apa yang sebenarnya saya kecewakan? karena mereka, biasa saja dan sedikit berperasaan. sedangkan saya? terlalu berlebihan. mungkin iya mungkin tidak. tapi kenyataan, saya kesakitan.

lalu saya masih menyesali, kenapa Tuhan, saya harus selalu menyelam terlalu dalam? merasakan terlalu merah padam. seharusnya saya mengambang saja. lautan yang saya selami biru dan angkuh. membekukan saya di ujung jantung. mungkin karena saya pernah menipis di makan ombak. tapi kenyataan, saya kesakitan..

penyesalan saya lagi,
mulut saya, hati saya ini pengecut. tidak ada setitikpun keberanian untuk mengatakan apa yang saya derita. saya ingin mendidik ujung jari saya untuk menunjuk wajahnya bahwa dia telah menyakiti saya tidak ada habisnya dan mengatakan dengan lantang, bahwa tombaknya telah menembus punggung dan tulang belakang saya. adanya? saya menangis sejadi-jadinya dengan kedua telapak tangan saya menahan luka di urat jantung. saya menangisi kenyataan, bahwa saya tidak pernah kesakitan seperti sekarang. tidak akan merubah apapun. hanya menguras lautan marah dan dendam di tengah badai hati saya. bagaimanapun juga, saya tidak bisa berhenti menyayanginya. kenyataan ini selalu menyedihkan. kenapa? sambil kesakitan, saya juga menyayanginya tanpa keraguan.

cukup Tuhanku, maafkan saya sudah menuliskan rasa tidak bersyukur yang saya punya. saya hanya meringankan luka. boleh kan? bagaimanapun juga, hanya Engkau cinta pertama dan terakhir saya. mencintai manusia selalu mencari cari luka . sudah tidak ada tempat lagi untuk luka sepanjang ini Tuhan.. lindungi saya ya? lindungi hati saya.. Amin..

No comments:

Post a Comment

gelembung-gelembung sabun!